Home » , , , , , , » Pancaran Senja Berselimut Mega di Lompobattang Bawakaraeng

Pancaran Senja Berselimut Mega di Lompobattang Bawakaraeng

LINTAS PENDAKIAN
Gunung Lompobattang 2887 MDPL
Gunung Bawakaraeng 2830 MDPL

25 s/d 28 Mei 2012, Gowa, Sulawesi Selatan

Pukul 11 pagi, Bis Cahaya Ujung yang sudah 2 jam kami tunggu akhirnya datang juga menjemput di depan rumah salah satu teman kami. Satu per satu barang dinaikkan ke dalam bis yang sudah penuh dengan tumpukan karung dan box ikan yang kosong.

Dalam bis itu hanya sekitar 7 orang penumpang dengan tujuan yang sama yaitu Kota Makassar. Meskipun bis ini diperuntukkan untuk penumpang, namum kenyataannya lebih banyak tumpukan barang yang sesak di dalam bis. Kondisi ini sudah lumrah terjadi. Pemilik bis hanya mengharap pemasukan dari muatan barang, karena banyak penumpang dari Kendari ke Makassar, sudah beralih ke angkutan Pesawat.
Carrier perlengkapan pendakian
Satu setengah jam kemudian Bis melewati Kota Unaaha, dengan jarak tempuh sekitar ±73 Km dari Kendari. Jalan berliku dilalui dengan menyusuri jalur pegunungan menuju Kota Kolaka, yang ditempuh sekitar ±2 Jam dari Kota Unaaha.

Tim Pendaki Gunung, (Iqra, Ma2t, Awa)
Selasa, 22 Mei 2012

Di dalam Bis Cahaya Ujung menuju Kota Makassar
Bis berhenti di sebuah Warung Ikan Bakar, untuk mengistirahatkan penumpang yang tampak tidak nyaman dengan kesesakan di dalam Bis sewaktu perjalanan tadi. Waktu menunjukkan pukul 17.00 WITA, artinya 3 jam lagi penyebrangan ferry akan membawa kami ke seberang yaitu Kabupaten Bone.
Feey Penyebrangan Kolaka - Bajoe
Ombak yang deras mengiringi perjalanan Ferry yang kami tumpangi. Setiap bulan mei-agustus, ombak di perairan teluk bone selalu mengancam perjalanan laut. Tercatat, sudah puluhan kecelakaan laut terjadi di jalur ini. Untuk itu, pemerintah sudah meremajakan semua armada laut dengan kapal yang berbobot besar dan berat sehingga dapat mengimbangi kekuatan ombak yang menerjang di sepanjang perjalanan.
Pelabuhan Bajoe, Bone
Merapat di Pelabuhan Bajoe, Bone
Rabu, 23 Mei 2012
Jam 05.30 WITA, dini hari, ferry sudah merapat di Pelabuhan Bajoe. Kendaraan satu per satu keluar ke dermaga termasuk bis Cahaya Ujung yang kami tumpangi, kami pun tiba di Kabupaten Bone. Tak lama berselang, perjalanan kemudian di lanjutkan ke arah Kota Makassar melewati beberapa daerah pegunungan bebatuan.
Perjalanan ke Kota Makassar
Bis kami sempat mogok sekitar 2 jam, sehingga kami harus pindah ke bis lain yang kebetulan melintas. Jalur yang kami lewati yaitu melewati wilayah camba, Bone. Daerah ini terkenal dengan jalur tanjakan terjal, berliku dan sempit, juga merupakan daerah hamparan batuan besar.
Jalur tanjakan liku-liku menuju Kota Makassar
Sekitar 2,5 jam kemudian, bis memasuki wilayah perbatasan Kabupaten Maros. Di kawasan ini tipenya masih sama yaitu daerah berbatuan. Di kawasan ini pula terdapat Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, yang terkenal dengan Pusat Kerajaan Kupu-Kupu dan juga menjadi salah satu wilayah karts terbesar di Indonesia.
Menyusuri kawasan Taman Nasional
Pukul 15.00 WITA, sampailah kami di Kota Makassar. Sebelumnya, kami telah mengkonfirmasi perjalanan ini dengan teman-teman di Mapala Universitas 45 Makassar. Beberapa jam sebelum tibanya kami di Makassar, kami sudah mengkontak untuk dijemput di sekitar terminal Daya, Makassar. Tak lama berselang, tiga orang dengan motornya masing-masing datang menjemput kami di depan sebuah warung bakso, dimana kami menyempatkan diri untuk makan saat tiba tadi. Mereka adalah, teman-teman Mapala 45 Makassar. Setelah berkenalan, kami pun langsung diantar ke rumah kost salah satu anggota mereka.

Menunggu jemputan di Warung Bakso
Eril adalah salah satu senior di Mapala 45 yang juga turut menjemput, saat kami tiba di makassar. Selama di kota ini, kamar kostnya akan menjadi tempat tinggal kami dan juga sebagai tempat untuk mempersiapkan rencana pendakian. Malam harinya, rencana pun dimulai, beberapa anggota Mapala 45 sudah mulai berdatangan, mereka akan menentukan siapa saja yang akan menemani kami selama perjalanan. Awalnya, kami hanya meminta 1 orang untuk menemani, namun mereka mengutus 5 orang untuk mendampingi. Kami pun sangat bangga mendapat perhatian yang sangat besar dari teman-teman Mapala 45.
Base Camp Tim Pendaki (Kamar Kost Bang Eril)
Malam itu juga, beberapa perbekalan dan logistic sudah dilengkapi. Untung saja dari tempat kost itu, terdapat pasar yang memudahkan kami untuk berbelanja logistik. Beberapa teman membantu berbelanja guna melengkapi kebutuhan pendakian nantinya. Logistic dan perlengkapan sudah hampir lengkap, kami bertiga mengemas seluruhnya di dalam tas carrier. Akhirnya setelah semuanya rampung, sebelum pukul 02.00 dini hari, kami pun beristirahat.
Kampus 45 Makassar
Kamis, 24 Mei 2012
Pagi harinya, setelah sarapan, sekitar pukul 8.00 WITA, kami langsung berangkat menuju ke kampus Mapala 45. Di sana sudah menanti banyak anggota Mapala dan beberapa mahasiswa. Kelima anggota Mapala 45 yang akan mengantar, sudah siap dengan persiapannya meskipun masih ada satu, dua barang yang sedang dilengkapi. Mungkin karena sedikit dadakan sehingga masih banyak perlengkapan dan logistic yang belum rampung oleh teman-teman sehingga kami masih terus menunggu sampai jam 14.00 WITA.

Tepatnya pukul 16.00, dengan menggunakan mobil rental Avanza, kami pun beranjak meninggalkan Kota Makassar menuju Kec. Malakaji, Kabupaten Gowa, namun sebelum itu, beberapa teman singgah di beberapa pasar untuk membeli sayur, tembakau, dan beberapa logistic tambahan. Perjalanan ke Malakaji, kendaraan melewati beberapa daerah seperti Kabupaten Pinrang, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Jeneponto. Dari Jeneponto, mobil mendaki kearah utara ke Kecamatan Malakaji lalu terus ke Desa Lembang Bune Kab. Gowa.

Mobil yang kami tumpangi tidak mampu mendaki lebih tinggi ke Desa Lembang Bune, sehingga kami semua terpaksa harus turun menempuh sisa perjalanan dengan mendaki di jalan berbatu saat waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WITA. Perjalanan awal ini sangat mengagetkan badan yang sempat tertidur pulas di mobil, lalu tiba-tiba harus berjalan kaki di kondisi dingin menusuk saat itu. Beberapa tikungan dan tanjakan dilalui, puluhan rumah-rumah penduduk dilewati, tampak dari bukit kejauhan, lampu rumah-rumah warga yang masih tampak menyala. Langkah terus dipacu, hingga sampai di sebuah rumah warga yang sudah menjadi posko Mapala 45 di Desa ini.
Base Camp Mapala 45, Lembang Bune
Tidak terasa sudah pukul 00.30 WITA, setelah berganti pakaian dan merapikan perlengkapan, rasa capek dan mengantuk sepanjang perjalanan sepertinya sudah tidak berlaku lagi. Suasana santai dan nikmat, dengan beberapa gelas kopi susu dan rokok membuat kami melupakan rasa lelah, yang ada hanya kenikmatan disebuah rumah kecil diatas ketinggian.
Basecamp Mapala 45 Makassar, Lembang Bune
Jumad, 25 Mei 2012
Papan Peta Jalur Pendakian Gunung Lompobattang
Pagi harinya, udara masih terasa menusuk, beberapa dari kami sudah bangun, ada yang merapikan barang-barang, ada juga yang mempersiapkan sarapan dan beberapa minuman hangat. Suasana di kampung ini sangatlah tenang, tidak terlalu tampak suasana perkampungan, yang tampak hanya beberapa masyarakat yang mulai bergerak ke kebun dan ladang di sekitar kampung.
Berdoa sebelum berangkat
Pemandangan Pegunungan Lompobattang
Setelah persiapan sudah dimantapkan, sekitar jam 10.00, kami memulai perjalanan dengan diawali berdoa. Jalur pertama yang dilewati adalah jalan masyarakat yang cukup luas sehingga kendaraan roda empat bisa melaluinya. Dari jalur ini tampak jelas beberapa perkampungan yang jauh diatas bukit juga beberapa kawasan lahan perkebunan masyarakat.
Jalur Star Pendakian
Muh. Dagri Nizar
Jalur selanjutnya adalah mengambil haluan kiri, yakni keluar dari jalur jalan besar, lalu melintasi beberapa kebun warga dan menuju ke sebuah sungai kecil. Tempat ini merupakan Pos 1, sebuah lokasi kecil yang terdapat aliran air. Jaraknya cukup dekat dari rumah tempat kami menginap. Dengan berjalan santai, kami hanya menempuhnya sekitar 30 menit. Jalur selanjutnya yaitu sedikit menanjak dengan memasuki kawasan hutan rapat sampai menemukan Pos 2, yang hanya berjarak sekitar 30 menit dari Pos 1. Pos 2 hanya sebuah tempat terbuka yang kecil dan tidak terdapat sumber air.

Pos 1, Gunung Lompobattang
Break antara Pos 1 dan Pos 2
Pos 2, Gunung Lompobattang
Pos 2, Gunung Lompobattang
Waktu telah menunjukkan pukul 12.00, kami terus bergerak naik dengan menyusuri jalur tanjakan lalu menurun sampai menemukan Pos 3. Di Pos 3 kami beristirahat sejenak untuk break siang. Di tempat ini cukup layak untuk beristirahat karena ditunjang oleh ketersediaan air pada sebuah sungai kecil yang mengalir cukup deras. Perjalanan yang kami lalui ini sangat menyenangkan dan menghibur, sebab beberapa dari kami selalu mengisi istirahat dengan canda dan guyonan sehingga rasa capek hampir tidak terasa.
Pos 3, Gunung Lompobattang
Beberapa gelas minuman hangat dan snack pun dihidangkan untuk mengisi istirahat siang ini. Kepulan asap rokok juga menambah kenikmatan suasana santai di tempat yang sangat sejuk dan teduh seperti ini. Beberapa jepretan kamera digital juga tak ketinggalan mendokumentasikan wajah-wajah penuh semangat dan bersahabat. Kami pun tidak lupa mengisi “kantong perut” dengan beberapa gelas air, maklum saja rasa haus sudah tidak tertahankan sejak lepas dari Pos 1 tadi. Sebelum beranjak, seluruh wadah air yang kami bawa ,diisi penuh, sebab, setelah lepas dari Pos 3, sudah tidak ada lagi sumber air, terkecuali Pos 9, yang merupakan target tim untuk menginap malam ini.

Tim ini terdiri dari 8 orang yaitu, Abdul Wahab, Iqra Novrizal dan Muh. Dagri Nizar (KPA-Amcalas Sultra) dan Wiwin, Galih, Awal, Karni dan Hendra (Mapala Univ 45 Makassar). Pendakian ini merupakan kegiatan rutin KPA Amcalas Sultra setiap tahunnya, dengan bentuk kegiatan pendakian ke Gunung-Gunung di Indonesia dengan nama kegiatan Lintas Batas II, dimana kegiatan tahun sebelumnya (Lintas Batas I) diadakan di Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara.

Dari Pos 3, pendakian diteruskan ke arah Pos 4 sekitar 40 menit, dengan jalur sedikit menanjak. Jalur ke Pos 5 dan Pos 6 tidak berbeda dengan jalur sebelumnya. Lintasannya semakin menanjak dan semakin dingin serta bentuk tumbuhan yang semakin kerdil. Sepanjang jalan, kabut silih berganti melintasi jalur pegunungan dan hanya sesekali saja cahaya matahari terlihat menebus pepohonan. Dari Pos 4 ke Pos 6, kami menghabiskan waktu ±1,5 Jam.
Pos 4, Gunung Lompobattang

Pos 5, Gunung Lompobattang
Perjalanan semakin dipercepat, berhubung senja semakin dekat. Waktu telah menunjukkan Pukul 16.30. Semakin lama, jalan semakin menanjak dan nampak sebuah tempat terbuka yang luas sudah kelihatan di depan sana. Tempat tersebut tidak lain adalah Pos 7. Di tempat tersebut tersaji pemandangan yang indah dan memukau, sudah tampak puncak Gunung Lompobattang yang terselimuti kabut tebal.
Pos 6, Gunung Lompobattang
Suasana ini pun tidak mungkin lepas dari jepretan kamera dan video untuk mengutip momen-momen indah yang sulit untuk dilupakan. Keindahan panorama alam pegunungan lompobattang begitu indah terpampang dari Pos 7 ini, sehingga kami sempat terlena beberapa waktu. Kami tidak sadar bahwa masih ada dua Pos lagi yang harus kami tempuh.
Pos 7, Gunung Lompobattang
Pemandangan Lereng Lompobattang
Waktu menunjukkan pukul 17.30, perjalanan kali ini dilewati dengan menuruni bukit beberapa meter lalu kembali menanjak terjal melewati beberapa bongkahan batu yang tidak luput juga dari sasaran kami untuk berpose.
Jalur ke Pos 8, Gunung Lompobattang
Terlihat mentari sudah lenyap, langit pun semakin gelap menutupi pandangan kami ke arah jalur yang kami akan susuri. Beberapa senter dan alat penerang sudah tampak bersinar menerangi jalur setapak yang semakin terjal. Suasana saat itu semakin menyeramkan ditambah kabut dan angin yang silih berganti menusuk tubuh kami. Beberapa kawan, terdengar mengeluh dengan jalur gelap seperti ini. Tampak beberapa dari kami bergerak lambat dan sangat berhati-hati melangkah karena tanjakan yang dilalui diapit oleh bebatuan tajam.

Tidak lama kemudian, sekitar pukul 20.00, sampailah kami di Pos 8, tempat ini bukan akhir dari tujuan kami hari ini, masih ada satu Pos lagi yang harus kami tempuh. Langkah pun dipercepat seiring malam dan dingin yang semakin tidak terbendung. Jalurnya sudah mulai landai namun cukup panjang. Sesekali kami sedikit shock ketika melihat sebuah prasasti “In Memorian” seorang pendaki yang meninggal di jalur ini. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain berdoa dalam hati lalu melanjutkan perjalanan.

Beberapa kawan yang berjalan dibelakang langsung mempercepat gerakan tatkala mendengar teriakan teman-teman yang sudah sampai di Pos 9. Akhirnya dalam hitungan menit seluruh anggota tim yang berjumlah 8 orang tiba dengan selamat di Pos 9 sekitar pukul 21.30 WITA. Rasa capek dan lelah belum dapat dilepaskan, sebab gerakan cepat langsung dilakukan, mendirikan tenda, mengganti pakaian, membenahi perlengkapan serta mempersiapkan peralatan memasak. Alhamdulillah, hari ini sangat melelahkan dan menakutkan sebab berjalan di kegelapan membuat kami sedikit gemetaran.

Malam itu terasa indah, bintang-bintang berhamburan di langit, namun sesekali tertutup kabut. Seluruh anggota tim sudah lengkap berkostum penangkal dingin, dengan diselimuti jaket tebal, kaos kaki serta penutup kepala. Dalam beberapa saat, sudah terdengar kembali guyonan dan canda tawa yang cukup memberikan semangat serta melupakan perjalanan yang baru saja kami tempuh. Kompor-kompor gas sudah menyala dan mendidihkan minuman hangat dan hidangan makan malam. Betapa nikmatnya meneguk kopi susu hangat dengan sebatang rokok diatas pegunungan. Kabut malam perlahan turun, angin malam berhembus sampai menembus kulit yang sudah terselimut. Akhirnya suasana pun hening, kami pun sudah terlelap.
Camp di Pos 9, Gunung Lompobattang
Sabtu, 26 Mei 2012

Camp di Pos 9, Gunung Lompobattang
Kabut pagi yang terasa tebal menutupi pandangan mata sesaat kami membuka pintu tenda. Bukit ini seluruhnya terpenuhi oleh warna putih kabut yang beriringan datang. Dingin yang munusuk masih terasa belum tuntas hingga pagi ini. Badan kami masih lengkap dengan pakaian tidur penghangat, seakan berat untuk melepaskannya. Waktu terus berjalan, meski dalam suasana dingin beberapa dari kami langsung menyiapkan sarapan pagi, yang sebagian lagi terpaksa menuruni bukit ke arah lembah untuk menambah persediaan air yang telah berkurang sejak semalam.
Jalur turun ke Mata Air  di Pos 9, Gunung Lompobattang
Pukul 10.15 pagi, cahaya matahari sudah mulai tampak, meski terkadang lenyap kembali ditelan kabut pegunungan yang tebal. Setelah sarapan pagi dan menikmati minuman penghangat, dalam waktu yang tidak lama, kami sudah mengepak seluruh perlengkapan kedalam carrier masing-masing.
Bersiap berangkat menuju Puncak Lompobattang
Sabtu, 26 Mei 2012
Tujuan hari ini adalah Puncak Lompobattang yang letaknya tepat diatas tempat kami menginap malam tadi. Jalur menanjak mengawali langkah pagi ini menyusuri pinggiran bebatuan sampai keatas bukit. Selanjutnya perjalanan menyusuri bibir bukit dengan pemandangan yang sangat terbuka. Sekitar ±40 menit kemudian sampailah kami di Puncak Lompobattang.
Jalur terbuka menuju Puncak Lompobattang
Jalur terbuka menuju Puncak Lompobattang
Jalur berbatu menuju Puncak Lompobattang
Puncak ini merupakan titik tujuan kami yang pertama dalam ekpedisi ini. Puncak ini memiliki ketinggian 2887 MDPL (meter diatas permukaan laut) dan sudah menjadi destinasi utama bagi ratusan pendaki di Sulawesi Selatan, juga oleh beberapa pendaki dari luar provinsi. Terdapat sebuah tugu kecil yang menandakan titik tertinggi dari pegunungan ini yang dibangun beberapa tahun silam oleh gabungan pecinta alam di Sulawesi Selatan.
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Puncak Gunung Lompbattang, 2887 MDPL
Terdapat juga dua tiang menara yang memiliki antenna, namun kami tidak tahu milik siapa menara tersebut. Dari tempat ini, jauh diarah utara tampak samar pegunungan bawakaraeng yang akan menjadi tujuan kami selanjutnya pada ekspedisi ini.
Antena di Puncak Lompobattang
Perjalanan selanjutnya, kami menyusuri puncak bukit-bukit dengan perjalanan naik turun yang tidak begitu terjal dan menanjak. Jalur ini sangatlah menyenangkan hati dimana kami disuguhkan pemandangan yang terbuka, dikiri kanan terdapat hamparan eidelweis yang sedang mekar. Bagi kami, disepanjang perjalanan, jalur inilah yang paling mempesona. Tampak aura kami, menikmati setiap langkah dalam menyusuri puncak bukit ini.
Jalur terbuka menuju Lembah Kharisma
Jalur terbuka menuju Lembah Kharisma
Perjalanan semakin menurun landai, sampai kami tiba disebuah simpang kecil, dimana jalur selanjutnya merupakan tantangan terberat yaitu jalur penurunan “super” terjal dengan kemiringan 60' s/d 70'. Dengan kondisi seperti ini, sangan mustahil dan beresiko untuk melangkan dengan berpijak terus menerus dengan kaki, karena akan berakibat fatal apabila lutut tidak mampu lagi menahan beban badan yang tentunya akan semakin berat jika perjalanan menurun.
Jalur menurun terjal menuju Lembah Kharisma
Atas pertimbangan itulah, untuk melewati jurang ini, kami menuruninya dengan cara berpijak dengan posisi duduk. Pastinya kehati-hatianlah yang akan menjadi prioritas dalam menuruni lembah ini. Satu persatu dari kami turun secara perlahan, sambil berpegangan di batang pohon atau berpijak pada batu, kami melakukannya dengan tenang. Sesekali jika jalur sangat beresiko jika dilewati tanpa peralatan, maka kami mengeluarkan tali penambat (webbing) untuk mempermudah menuruni beberapa bongkahan batu apalagi dengan beban muatan carrier yang cukup menguras energi.

Meskipun jalan menurun itu terdengar gampang, tapi ungkapan itu tidak berlaku di jalur ini. Target kami sebenarnya cukup dekat, namun untuk melewati lembah ini tidaklah mudah, diperlukan kehati-hatian yang ekstra karena sedah banyak pendaki yang “celaka” saat melewati penurunan ini. Akhirnya, setelah berjuang sekitar 4 jam, sampailah kami di sebuah lembah yang terdapat sungai kecil yang sangat dingin.
Lembah Kharisma
Tempat ini bernama “Lembah Kharisma”. Tempat ini berada pada ketinggian 2075 MDPL, yang juga berada diantara dua puncak tertinggi yaitu Puncak Lompobattang dan Puncak Bawakaraeng. Lembah ini memiliki kontur yang relative rata dan menjadi lokasi camp bagi para pendaki sebelum melanjutkan penjalanan ke Puncak Bawakaraeng. Ditempat ini juga ditunjang dengan sebuah sungai yang menjamin ketersediaan air disemua musim. Waktu telah menunjukkan pukul 17.35 WITA, saatnya untuk kami beristirahat dan segera mendirikan tenda.

Malamnya tidak ada aktifitas yang berarti, setelah tenda berdiri, kami menyiapkan makan malam dan minuman hangat setelah itu berlanjut dengan acara canda tawa di dalam tenda masing-masing. Kelelahan seharian membuat badan kami tidak bisa lama bertahan sehingga tak lama kemudian satu per satu dari kami merebahkan diri di pembaringan dengan berselimut pakaian tebal. Hari ini pun berakhir dengan melepas lelah dalam balutan selimut hangat.

Lembah Kharisma
Minggu, 27 Mei 2012

Perjalanan hari ke 3 dari Lembah Kharisma
Hari ketiga, matahari sangat cerah dan kabut masih saja menyelimuti tempat ini. Setelah sarapan dan mengepak seluruh perlengkapan, maka bergeraklah kami menyusuri jalan setapak kecil yang datar dan ditutupi semak belukar. Sepertinya sudah sebulan para pendaki tidak melewati jalur ini sehingga tanaman semak kembali tumbuh menutupi jalur pendakian.
Lembah Kharisma
Jalur Tanjakan terjal menuju puncak bukit Pegunungan Bawakaraeng
Tak lama kemudian, sampailah kami di tepi tanjakan dimana didepan sudah terlihat jalur tanjakan yang akan dilalui. Jalur hari ini yaitu menapaki tanjakan terjal dengan sudut kemiringan ± 700, artinya jalur hari kemarin, menuruni bukit, maka jalur hari ini kami harus membalasnya dengan menambah ketinggian seperti halnya posisi sewaktu kami berada di Puncak Lompobattang. Meskipun kami belum seluruhnya melewati tanjakan ini, sudah terbayang tingkat kesulitan yang akan dilalui, jalan menanjak yang terjal ditambah banyaknya pohon-pohon tumbang serta tanah yang cukup licin akibat hujan yang mengguyur hutan ini semalam menambah beban langkah kami untuk menempuh tapak demi tapak.
Salah satu puncak bukit di Pegunungan Bawakaraeng
Semakin lama, mulai tampak suasana yang semakin terang yang menandakan semakin tingginya kami berada. Sesekali kami beristirahat diujung jalur yang memberikan pemandangan pegunungan yang luar biasa. Suara desiran angin dan kabut silih berganti berhembus dan menusuk raga kami yang seakan membeku dengan suasana dingin yang sepanjang jalan menyelimuti.
Break Siang di Pegunungan Bawakaraeng
Meskipun waktu baru menunjukkan pukul 11.00, namun rasanya seperti senja sudah akan tiba. Sama sekali tidak sinar matahari yang mampu menembus untuk menghangatkan tubuh kami. Tidak ada pilihan lain selain terus bergerak melewati setapak yang tepat berada di puncak bukit-bukit yang saling terhubung. Sesekali kami harus sedikit memanjat dengan penuh kehati-hatian. Tangan dan kaki pun sesekali harus diperkuat meskipun kelelahan sudah menghantui, ditambah dengan terpaan angin yang semakin deras dari segala sisi.
Jalur memanjat batu sebelum Pintu Angin
Jalur menuju Puncak Bawakaraeng merupakan jalur yang sangat berbahaya. Meskipun tanjakan semakin berkurang, namun jalur ini melewati setapak yang sangat terbuka. Tidak ada pepohonan besar yang ada hanya jurang di kiri dan kanan serta langit terbuka diatas kepala. Beberapa dari kami sudah terlihat letih, dan sering berhenti istirahat. Beberapa teman sudah lebih dulu berlalu, namun tetap masih terlihat meski kabut tebal sudah menutupi pandangan.
Pemandangan Pegunungan Bawakaraeng
Pemandangan Pegunungan Bawakaraeng
Pemandangan Pegunungan Bawakaraeng
Hari semakin sore, waktu telah menunjukkan pukul 16.00 WITA. Fenomena alam pun berganti, sepanjang hari mentari yang tidak terlihat, disaat memasuki senja kabut-kabut pun lenyap entah kemana, berganti dengan langit cerah dibalut awal yang mulai memerah tanda senja sebentar lagi akan tiba. Padang-padang eidelweis mulai menampakkan diri dari beberapa bukit yang kami lalui. Dari kejauhan, terlihat tugu kecil diatas sebuah bukit. Tempat itulah yang menandakan Puncak Bawakaraeng. Rasa lelah pun sontak lenyap, kami pun bergegas melangkah, tak peduli tanjakan ataupun turunan. Dengan penuh semangat, sebentar lagi tujuan kami akan tercapai. Meskipun masih jauh, namun karena sudah terlihat oleh pandangan, kami menganggap sudah ada didepan mata. Semakin lama mentari sudah lenyap dari bumi, yang ada hanya sisa-sisa cahaya yang memerahkan langit. Kami pun belum juga sampai di tugu itu. Langkah semakin dipercepat seiring hari yang semakin gelap. Jalan setapak sudah samar terlihat namun sisa cahaya masih sedikit menerangi.
SunSet di Puncak Bawakaraeng
Puncak Bawakaraeng, 2830 MDPL
Akhirnya sekitar pukul ±18.20 WITA sampailah kami di titik tertinggi Gunung Bawakareang dengan ketinggian 2830 MDPL. Alhamdulilllah, segala puji bagi Allah SWT. Sampai juga kami di puncak ini. Dua puncak sudah terbayar lunas. Mimpi kami untuk mendaki didua Puncak ini tercapai sudah. Meskipun hari semakin redup, kami masih saja berada di puncak ini, kami duduk sambil berdoa dan mengangungkan kebesaran Sang Pencipta atas anugerah alam indah yang dititipkan kepada manusia.
Pos 10, Gunung Bawakaraeng
Senin, 28 Mei 2012
Dari puncak ini, lokasi camp tidak terlalu jauh, hanya berada tepat dibawah puncak ini. tenda kami pun sudah tampak terpasang oleh beberapa teman yang sudah sampai lebih dulu, jadi kami masih menghabiskan waktu beberapa saat di puncak ini sambil menikmati beberapa batang rokok. Canda tawa kembali terdengar dari teman-teman yang menggambarkan kepuasan dan rasa syukur atas pendakian ini.

Malam harinya, didalam tenda, sepertinya kami tidak perduli waktu telah menunjukkan pukul berapa, yang terdengar hanya aktifitas kebahagiaan dan canda tawa. Meskipun esok hari masih ada perjalanan pulang, namun tidak terlalu memberikan beban berarti bagi kami karena jalur pulang didonimasi oleh trek menurun, meskipun demikian kami tetap harus berhati-hati dan tidak takabbur.
Camp di Pos 10, Gunung Bawakaraeng
Camp di Pos 10, Gunung Bawakaraeng
Camp di Pos 10, Gunung Bawakaraeng

Padang Eidelweiss di Gunung Bawakaraeng
Pagi harinya, aktifitas pun mulai dilakukan, seperti memasak, bercanda, menikmati teh atau tetap berkurung di dalam tenda. pagi itu memang terasa begitu sejuk ditambah kabut tebal yang terus menyelimuti tempat ini walau matahari sudah beranjak naik. Kami sekali lagi kembali ke puncak untuk mendokumentasikan perjalanan sebab kemarin gambar yang kami hasilkan sedikit gelap akibat kurangnya pencahayaan. Kami baru dapat ke puncak saat pukul 9.30, sebab sebelumnya kawasan Puncak Bawakareang seluruhnya tertutup kabut yang sangat tebat sehingga sama sekali jalur tidak terlihat.
Puncak Gunung Bawakaraeng, 2830 MDPL
Gowa, Sulawesi Selatan
Puncak Gunung Bawakaraeng, 2830 MDPL
Gowa, Sulawesi Selatan
Puncak Gunung Bawakaraeng, 2830 MDPL
Gowa, Sulawesi Selatan
Puncak Gunung Bawakaraeng, 2830 MDPL
Gowa, Sulawesi Selatan
Sesampainnya dipuncak, acara foto-foto pun berjalan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Baik dengan gaya elegan ataupun dengan gaya model. Setelah 2 jam berada di puncak, kami pun kembali ke tenda untuk mengemas seluruh perlengkapan untuk bersiap menuruni gunung menuju Dusun Lembana yang merupakan titik akhir pendakian kami.
Pos 7, Gunung Bawakaraeng
Pos 7, Gunung Bawakaraeng
Jalur turun kami melewati hamparan padang eidelweiss. Dengan diguyur hujan deras kami terus melangkah sampai ke Pos 9, dari Pos 9 sekitar 15 menit kemudian kami menuruni bukit sampai ke Pos 8. Dari tempat ini terdapat tanjakan panjang yang cukup melelahkan selama ± 30 menit sampai ke Pos 7. Di Pos 7 kami sempat beristirahat, lalu kembali menunuri bukit selama 10 menit ke Pos 6, selanjutnya kami melewati hamparan sisa hutan yang habis terbakar beberapa tahun silam. Di jalur ini banyak ditemukan prasasti “In Memorian” pada pendaki yang wafat dalam pendakian ke gunung ini. perjalanan melewati beberapa pohon-pohon tumbang sampai menemukan Pos 5. Sampai akhirnya sekitar pukul 17.30 sampailah kami di Dusun Lembana.
Dusun Lembana, Gowa
Selasa, 29 Mei 2012
Setelah menginap semalam di Dusun Lembana, keesokan harinya, kami bergerak untuk kembali ke Kota Makassar. Perjalanan pendakian ini sangat mengesankan dan memberikan sesuatu pengalaman baru bagi kami dalam berpetualang dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Insya Allah, pendakian ini memberikan manfaat kepada kami sebagai bekal mental dalam menghadapi kehidupan. Terima Kasih kepada Keluarga Besar Mapala 45 Makassar, atas bantuan yang tidak terhingga. Kami mendoakan semoga Mapala 45 Makassar senantiasa berjaya dan sukses. Amin.

Written & Posted by :
Muhammad Dagri Nizar

Baca Juga :
Gunung Agung Gunung Balease Gunung Bawakaraeng
Gunung Lompobattang
Gunung Latimojong Gunung Mekongga
Gunung Ciremai Gunung Semeru Gunung Rinjani
Gunung Slamet Gunung Sindoro Gunung Tambora
Gunung Sumbing Gunung Tolangi Gunung Welirang
Gunung ArjunoGunung GedeGunung Pangrango

No comments:

Post a Comment

Flag Counter